Rabu, 30 Agustus 2023

Baca Novel Gratis Voice Chapter 1 : Tradisi Abraham

 


Seorang pria tampan berbalut jas mahal sedang berjalan tergesa gesa menuju sebuah ruangan. Langkahnya tegas dan lebar – lebar, Ia setengah berlari untuk segera mencapai tempat yang ingin ia tuju. Dalam hati dia sedikit mengumpat karena seseorang telah membuatnya repot dipagi hari. Ia sangat tidak suka bangun pagi. Baginya bangun pagi teramatlah sangatlah menjengkelkan!

***
Sementara ditempat lain, pria berusia 54 tahun yang masih nampak gagah dan tampan sedang duduk dengan tenang sambil menyesap secangkir kopi. Sesekali dia melihat jam yang melingkar di tangan nya sambil  berguman 

"Berengsek satu itu kapan datang? Bagaimana aku bisa mempercayakan perusahaan ini padanya! Benar-benar tidak disiplin!."

Carson sudah sampai di depan lift. Kakinya mengetuk ngetuk dengan tak sabar. Lift belum juga terbuka. Wajahnya gusar, berulang-ulang dia mengecek jam yang melingkar ditangannya. Sungguh orang-orang yang melihat ini sedikit bingung dengannya. Tidak pernah mereka melihat ekspresi seperti itu. Carson yang terkenal dingin dan tanpa ekspresi sekarang menunjukkan ekspresi lain. Sungguh ini hal yang cukup langka!.

Carson sudah tidak peduli lagi dengan apa yang orang pikirkan tentang dirinya. Fokusnya adalah cepat sampai ditempat "pria tua" yang menunggunya. Ya, dia suka memanggilnya orang itu dengan sebutan Pria tua. Pria tua? Ah sebenarnya tidak juga, diusianya yang 54 tahun dia tampak tampan dan gagah. Jika dibandingkan, mungkin wajahnya setara seperti Tyo Nugros, si vampire Drummer Dewa 19 yang dijuluki drummer terganteng se Antariksa. Pria tua yang dimaksud adalah John Abraham, ayah dari Daniel Carson Abraham.

Pintu lift terbuka, Carson segera masuk dan bergegas memencet tombol lift di angka 15. Ia harus menuju lantai 15 tempat John berada. Setelah beberapa saat Carson kemudian sampai di lantai yang dituju. Ia setengah berlari dan segera mendatangi meja sekretaris lalu meminta wanita itu untuk mengabarkan kepada CEO Wind Group bahwa dia sudah datang. Untuk hal-hal tentang pekerjaan, Carson harus mematuhi apa yang sudah ditetapkan oleh perusahaan. Dirumah, John memang ayahnya, tapi disini John adalah atasannya. Memisahkan urusan pribadi dengan perusahaan adalah salah satu kewajiban yang harus dia lakukan.

Ling Ling, Sekretaris John segera mengangkat telpon dan mengabarkan bahwa Carson sudah datang. John menjawab dan menyuruh Ling Ling memberi tahu Carson untuk segera masuk. Carson masuk dan langsung bertatap muka dengan John.

"Hei boy, kau tahu ini jam berapa?"

" Tidak kah kau memiliki jam ditanganmu, pria tua? Bukankah kau tahu sekarang jam berapa?" Jawab Carson dengan sinis

"Seingatku pria tua ini sudah mengajarimu sopan santun, boy?"
"Jam sembilan" Carson sedikit mendengus

"Kau tahu apa artinya?" Tanya John

"Terlambat 1 jam"

"Dan kau tahu apa yang harus kau lakukan, boy?"

"Push up 100 kali!" Carson sudah sering menerima hukuman ini. Jadi, ia sudah hafal dengan apa yang harus dilakukan.

"Bagus" Jawab John sambil tersenyum mengejek

"Aku tidak tahu kenapa pria tua ini senang sekali menghukum dengan hukuman fisik!" guman Carson sambil melonggarkan dasinya dan bersiap mengambil posisi untuk push up.

"Aku masih bisa mendengarnya, Daniel!"

"Kau tahu aku membenci seseorang memanggil ku Daniel bukan?? John?"

"Well, Daddy sangat suka nama itu."

"Terserah" Jawab Carson malas

Ia sangat tidak suka dipanggil dengan nama Daniel. Tidak ada alasan Khusus. Hanya tidak suka saja.
Carson mulai melakukan push up dan menghitung. John tersenyum tipis dan mengambil handphone untuk memotretnya. Sudah menjadi kebiasaan John mengambil gambar anaknya sejak 31 tahun yang lalu. Ia senang sekali mengkoleksi foto - foto Carson. Baginya Carson masih tetap anak kecil yang lucu dan menggemaskan.

Ya, Carson sudah berumur 31 tahun. Pria matang yang sampai sekarang masih saja betah melajang.
Betah? Sejujurnya bisa dibilang tidak! siapa yang betah melajang? Tidak ada orang yang ingin sendirian dan kesepian?

Tidak seorangpun yang menginginkan hal itu dihidupnya. Semua ingin bahagia dengan pasangan. Menghabiskan waktu dengan orang yang disayang.

Begitu pula dengan Carson. Tapi, mungkin Semesta sedang tidak bersahabat dengannya. Segalanya tidak berjalan dengan lancar. Masterplan yang sudah dia persiapkan sebelumnya harus dikubur dalam - dalam dilubuk hatinya.

Sedih? tentu saja! Carson masih seorang manusia yang memiliki hati dan cinta. Dunia ini hadir selalu dengan dua sisi. Sisi kebahagiaan dan sisi Luka. Disatu titik kita akan bertemu dengan hal yang menakjubkan tentang Cinta. Disisi lain akan bertemu dengan luka yang mendalam. Luka yang bisa membuat sesak di dada. Bernafaspun harus bersusah payah!.

Di hitungan ke 50, Ling Ling mengetuk pintu dan masuk ke ruangan John. Ekor matanya melirik melihat Carson yang sedang dihukum. Bibirnya tersenyum mengejek kepada Carson. Ling ling memang begitu, ia sama sekali tidak takut dengan Carson. Dulu mereka sempat menjadi teman sekelas dan hubungan pertemanan mereka cukup akrab.

"Ling ling, tidak kah kau sedikit bersimpati kepadaku? Senyummu itu membuatku muak" Carson menghentikan push up nya dan mengomeli Ling Ling.

"Apa hak mu untuk mengomentari tentang senyumku,Sir?" Jawab Ling Ling tanpa rasa takut

"Boy, berhenti mengomelinya. Kau tak bisa melampiaskan kekesalanmu padanya. Bukankah yang membuatmu kesal adalah bertemu denganku?" John tertawa

"Shit, menyebakan sekali! Kau selalu membelanya!" Carson mengumpat kemudian melanjutkan push up.

Ling Ling kemudian menghampiri John dan memberikan beberapa berkas untuk dipelajari dan ditanda tangani. Mereka berdua fokus bekerja membahas Dokumen yang sedang berada ditangan mereka. Beberapa saat kemudian mereka sudah selesai. Begitu pula dengan Carson. Sebelum Ling Ling pergi, John berpesan untuk membawakan Dokumen yang tempo hari dia minta kepadanya.

Peluh menetes dari dahi Carson, bajunya juga sudah berbentuk tidak karuan. Basah dengan keringat. John kemudian menyuruhnya mandi dulu baru bicara.

Sudah malas berbicara dan mendebat, Carson bergegas untuk mandi dan ganti baju.
Diruangan ini sudah dilengkapi dengan kamar tidur dan kamar mandi. Karena sering dihukum, Carson menyimpan juga bajunya di lemari milik ayahnya.
Setelah selesai berbersih diri, Carson kemudian duduk di depan ayahnya.

"Pindah ke Indonesia!" Titah john tegas dengan nada penuh ancaman

"What??..kau bercanda pria tua?" 

"Apa sekarang aku seperti terlihat bercanda, Carson Daniel Abraham?" John tidak sedang bercanda. Tatapan itu menjelaskan segalanya. Carson tahu itu! 
"Tidakkah itu keterlaluan?" Jawab Carson lemah

"Haruskah aku memberimu cermin anak muda?"

"Aku tak perlu cermin karena aku tahu aku tampan"

"Kau tahu bukan itu yang sedang kita bicarakan kan boy?"

"Kenapa?"

"Kau tahu berapa karyawan yang kita miliki?"

"Seingatku 10.000 karyawan dibawah Naungan Wind Group"

"Dan kau tahu siapa dimasa depan yang akan memimpin mereka?"

"Tentu saja aku , pria tua! Apa kau sudah pikun?"

"Dan kau pikir kau layak?"

"Layak atau tidak aku tetap pewaris, Dad!"

"Dan kau akan membuat William Abraham tidak tenang di alam baka?"

"Kenapa mengungkit Raja Neraka?" Carson menjawabnya dengan sengit. Ya, Carson sering menyebut mendiang kakeknya dengan sebutan Raja Neraka. Kakeknya yang sangat tegas dan Diktator.

"Kau tahu kan tidak mudah membesarkan Wind Group?"

"Apa hubungannya dengan pindah ke Indonesia?"

"Apakah otakmu sudah tidak bekerja? Apa kau sekaraang sudah bodoh? Kau sudah tahu benar dengan pasti tradisi keluarga Abraham!"

"Shit, Daddy akan membuangku ke Unit mana? Kau tahu kan Daddy, aku malas sekali pindah dari Singapore?"

"Gresik"

"Damn!!!" Carson mengumpat dan langsung beranjak berdiri dan bergeraak gelisah "Aku bisa belajar disini !! dikantor pusat! Kenapa harus di buang dikota kecil?" Tanya Carson menggebu

"Atau kau mau ke Sumatra atau Sulawesi?atau Kalimantan?"

"Daddy, berhentilah bercanda!" Ucap Carson memelas

"Dan berhentilah mengeluh Daniel, kau itu Abraham!! Darahmu adalah darah Abraham! Berhenti menjaadi pecundang dan hadapi saja!" Bentak John

"Tapi..aku belum siap! Tidak bisakah ditunda?" Carson mencoba bernegosiasi, siapa tahu kali ini berhasil. Patut dicoba bukan?

"Berangkat atau kau tidak lagi mendapatkan semua fasilitas! Daddy dengan senang hati akan membuangmu ke jalanan!"

"Kenapa tega sekali?Aku anakmu satu-satunya jika kau masih mengingatnya, Dad!"

"Kau lupa aku masih memiliki satu pewaris lagi?"

"Olivia Abraham" Desah Carson 

"Dan kau akan meletakkan segala tanggung jawab lalu menyerahkan nya pada Olivia Abraham?" Tanya John

"Tidak!!" Jawab Carson tegas. Tidak mungkin ia akan melakukan itu! Olivia harus hidup dengan bahagia tanpa harus ikut campur dengan rumitnya perusahaan.

"Dan kau tahu apa yang harus dilakukan oleh keturunan Abraham bukan?" John kemudian mengangkat telfon meminta Ling Ling membawakan berkasnya.

Ling Ling masuk dan meletakkan berkas di atas meja. John segera mengambilnya dan memberikanya pada Carson.

"Itu data-data tentang Unit Gresik. Besok kau harus sudah berangkat kesana"

"Secepat itu?" Tanya Carson

"Singapore - Gresik hanya 3 jam dan kau mengeluh seolah-olah sedang pergi ke Neraka?" John mulai meninggikan suaranya.

"Baiklah!" Carson mendesah.

Carson keluar dari ruangan John dengan perasaan yang teramat sangat dongkol. Pembicaraan telah selesai. Tidak bisa membantah dan harus melaksanakan apa yang telah dikatakan oleh John, Daddynya. Sebenarnya, Ia tidak terima jika harus bekerja diperusahaan cabang. Ia lebih suka berada disini, di Singapore. Lebih nyaman tinggal di tempat dia dibesarkan. Bagaimana mungkin dia akan betah untuk tinggal di tempat asing? Walau bagaimanapun ia tidak memiliki kuasa untuk menolak. Sudah menjadi kewajiban bagi seorang keturunan Abraham untuk belajar bisnis dari bawah. Bagi keluarga Abraham, setiap pemimpin tertinggi perusahaan harus belajar untuk mengamati dari dekat para pekerjanya. Hal ini dibutuhkan agar saat mengambil keputusan menjadi bijak dan lebih manusiawi.

Selain itu dengan belajar dari perusahaan cabang akan tahu benar masalah masalah yang terjadi di perusahaan. Kantor pusat hanya tentang berkas dan proyek. Tapi perusahaan cabang adalah lini proses yang tidak boleh dilewatkan begitu saja. Carson masih malas bekerja di perusahaan cabang. Baginya, masih belum waktunya!.

Carson mengumpat, tanpa ia ketahui bahwa semesta sedang mengirimnya kepada kesembuhan yang akan membuatnya kembali merasakan "hidup". Ya...obatnya ada di kota Gresik. Obat yang tidak bisa di tebus di apotik. Obat yang sudah disiapkan semesta untuk seorang Daniel Carson Abraham.

*****
Setelah sampai di ruangannya Carson segera mempelajari berkas yang diberikan oleh John. Unit Gresik adalah Unit yang cukup besar yang mereka miliki. Perusahaan Cabang ini spesialisasi mengolah sawit.
Carson merenung mengingat, sepuluh tahun yang lalu kakeknya berkeras untuk membuka Unit di Kota Gresik. Ia dulu tidak memahami kenapa harus membuka perusahaan jauh dari kebun, bukankah lebih efisien jika mendirikan pabrik dekat dengan kebun?.

Kakeknya memiliki pemikiran lain. Sumber daya manusia di Gresik cukup bagus, dan fasilitas nya juga cukup lengkap. Alhasil sekarang, Perusahaan berkembang cukup pesat.

Hal yang tidak Carson setujui sebenarnya adalah tentang keturunan Abraham yang harus dilempar ke Unit Cabang untuk belajar Proses Produksi selama beberapa tahun. Menurutnya itu sedikit kuno dan tidak relevan. Pemimpin cukup belajar tentang Manajerial. Tapi kenapa harus susah payah belajar tentang proses?.

William Abraham memiliki pemikirannya sendiri. Sesuatu itu akan menjadi besar jika kita memperhatikan hal-hal yang kecil.

Hanya berdiri dipuncak tanpa menapak ditanah akan membuat kita menjadi lupa untuk bersikap bijak.
Dan sekarang Carson harus melaksanakan tugas itu. Kewajiban setiap keturunan Abraham.

*Mohon bantuan Like Komen Dan Follow ya kak . Kritik dan saran sangat diharapkan demi lebih berkualitasnya tulisan. Terima kasih…

Voice Chapter 2 : Suara itu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Strategi PRABOWO GEMOY terbukti berhasil ?

Generasi  Muda  yang  terkesan  sedikit  santai  tentusaja  enggan  untuk terlalu  memikirkan hal – hal yang cukup rumit. Tim Kampanye Prabo...